Jumat, 15 Mei 2009

Resensi Buku METROPOLIS: Demi ayahku yang sudah mati







Judul Buku : Metropolis: Demi ayahku yang sudah mati

Pengarang : Windry Ramadhina

Penerbit : Grasindo


Novel METROPOLIS: Demi ayahku yang sudah mati, hadir di tengah maraknya aneka novel chicklit dan teenlit. Bila mendengar judul ini (tanpa melihat buku), hampir dipastikan saya akan mengira bahwa novel ini pun sekedar novel chicklit atau teenlit bertemakan cinta dan kehidupan di kota metropolitan. Namun setelah melihat wujud dan membaca sekilas, novel dengan cover ala surat kabar dengan noda darah merah kental ini menjadi ‘sangat tidak biasa’ dan membuat otak saya gatal ingin membaca.

METROPOLIS mengusung issue kriminalitas antara perdagangan narkotika, pembunuhan berantai dan dendam. Mengambil lokasi di Jakarta, novel ini bercerita tentang sindikat 12. Sebuah sindikat yang menguasai 12 wilayah di Jakarta. Diawali dengan terbunuhnya Leo Saada, pemimpin wilayah 10, novel ini terus berkembang dan akhirnya menjadi dugaan dari awal rangkaian pembunuhan berantai. Sebuah rencana pembunuhan yang bertujuan untuk membalas dendam kepada para pemimpin sindikat 12.

Adalah Bram, seorang polisi dari sat reserse narkotika Polda Metro Jaya yang mencoba mengusut kasus pembunuhan berantai ini. Bersama Erik, asistennya, akhirnya Bram menemukan mata rantai dari kasus yang rumit ini, yaitu kasus pembakaran rumah Frans Al, seorang pengedar narkotika di seluruh wilayah Jakarta, sebelum wilayah jaringan narkotika tersebut dibagi menjadi 12 bagian oleh 12 orang yang akhirnya menduduki wilayah-wilayah tersebut. Pertanyaannya adalah, bagaimana menangkap mata rantai tersebut?

Alur yang mengalir maju mundur, tidak meninggalkan jejak kebosanan kepada para pembaca. Tokoh-tokoh seperti Burhan (atasan Bram di sat reserse narkotika), Miaa Saada (polwan yang sudah dipecat dari kepolisian tanpa alasan jelas), Morris (mantan atasan Bram), Johan Al (anak Frans Al yang berhasil diselamatkan), Aretha (perempuan cantik yang menjadi rekan bisnis sempurna bagi para pemimpin sindikat 12 dan ‘tak tersentuh’ oleh hukum), Indira (awalnya dikenal sebagai pemilik yayasan yang memasok obat-obatan untuk penderita Leukimia, namun belakangan diketahui bahwa Indira adalah adik Johan), Dune (pembunuh sadis yang juga merupakan anak angkat Frans Al), Ferry Saada (penerus Leo Saada sebagai pemimpin wilayah 10) dan tokoh-tokoh lainnya mengambil peran penting dalam pengungkapan kasus pembunuhan berantai pemimpin sindikat 12.

Setelah melewati adu strategi yang memakan banyak nyawa, akhirnya terbongkarlah siapa dan apa yang melatarbelakangi pembunuhan berantai dan pembakaran rumah Frans Al tersebut. Menjadi kejutan bagi para pembaca, adalah ternyata salah satu anggota elite kepolisian menjadi dalang dari pembakaran rumah dan pembunuhan keluarga Frans Al disamping menjadi salah satu pemimpin sindikat 12 terkuat.

Novel kriminalitas biasanya butuh riset dan konsep yang matang. METROPOLIS yang telah melewati proses riset dan diskusi panjang, saya anggap luar biasa. Buku ini saya baca tuntas hanya dalam waktu 2 jam dan mampu membuat adrenalin saya terus terpacu selama 1 jam berikutnya. Sangat menarik bahwa, penulis juga tidak menyisakan misteri bagi para pembacanya (yang biasanya hadir di novel-novel sejenisnya). Walaupun bisa dibilang novel ini memiliki alur cerita yang tidak mudah ditebak, namun tersangka dan saksi kunci dibiarkan terbuka pada akhirnya tanpa mengurangi rasa ingin tahu pembaca. Seperti kata Bram di akhir novel, Sebagian bukti muncul terlambat, sebagian lagi menghilang.



Note: Resensi ini adalah salah satu kegiatan yang dilombakan dalam LOMBA ULAS BUKU yang diselenggarakan oleh panitia PERKOSAKATA 2009.


”perkosakata

Yang Baru Hadir

Blog adalah sebuah 'rumah maya' dimana saya bisa berbagi cerita, ilmu dan harapan.
Mari mari...kunjungi dan ramaikan rumahku...